Monday, April 20, 2020

Makalah Hukum Adat


DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT DAN KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I

PENDAHULUAN

Berlakunya Hukum Adat masih menyisakan berbagai tantangan, hal ini dikarenakan nilai-nilai yang dimiliki dari hukum adat masih terlalu berbeda dengan hukum formal di Indonesia. Hal pertama yang menjadi tantangan adalah dimana cakupan hukum adat hanya berlaku pada kondisi sosial geografis, terbatas pada kesukuan dan tidak seluruhnya mencakup nusantara disebabkan latar belakang banyaknya etnis dan suku di Indonesia. Kedua hukum adat belumlah masuk pada lingkaran hukum positif dari segi kodifikasi formil, bentuk-bentuknya terbagi kepada elastisitas kondisional, yang dapat dituntut terjadinya perubahan dan penambahan maupun asimilasi dari budaya maupun nilai-nilai lain.
Dengan pertimbangan tersebut, ruang gerak dari hukum adat masih sempit dan kondisional, dan juga dalam pemberlakuan hukum ini dinukil beberapa sudut pandang undang-undang, supaya tidak bertentangan dan bertolak belakang dari hukum positif.
Hukum adat, yang merupakan hukum nilai-nilai kebudayaan merupakan salah satu pos pengisi dari kekosongan Hukum positif yang belum mengkaji hal-hal tertentu. Hukum adat mengindikasikan adanya kelunakan dari Perundang-undangan yang mungkin belum membahas beberapa kajian. Postmodernisme hukum adat yang mengandung kajian peraturan dan hukum memiliki upaya penyesuaian yang tak terlepas dari latar belakang keagamaan kesukuan, latar belakang dari pengesahan dari perundang-undangan dan juga dari hal keadaan sosial masyarakat.
Secara otomatis hukum dan peraturan dari adat itu tidak boleh secara tegas bertentangan dengan hukum positif, karena pada dasarnya hukum adat merupakan penyokong dari hukum positif.

BAB II
PEMBAHASAN

       2.1 Dasar Berlakunya Hukum Adat
    Dasar berlakunya hukum  adat di Indonesia terdapat tiga dasar, yaitu meliputi:
a. Dasar filosofis
b. Dasar sosiologis
c. Dasar yuridis

a. Dasar Filosofis
   Landasan ini dapat ditemukan pada sumber dasar hukum, yakni ideologi bangsa Indonesia (Pancasila), dan  cita-cita hukum nasional (ketertiban, keamanan dan keadilan). Dasar hukum adat berasal dari  segi kebudayaan indonesia, adalah pancaran dari jiwa dan struktur masyarakat indonesia, dari mentalitas orang dan masyarakat indonesia, maka sampailah kita pada kesempatan untuk mengetahui mentalitas itu yang mendasari hukum adat tersebut. F.D. Holleman menyimpulkan empat sifat umum hukum adat indonesia! yang hendaknya dipandang juga suatu kesatuan, yaitu:
1. Sifat religio magis
       Orang indonesia pada dasarnya berpikir serta merasa dan bertidak didorong oleh kepercayaan (religi) pada tenaga-tenaga gaib yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta dan yang terdapat pada orang, binatang, tumbuh-tumbuhan besar dan kecil benda yang berupa dan berbentuk luar biasa, dan semua tenaga-tenaga itu membuat seluruh alam semesta dalam suatu keadaan keseimbangan. Hal ini tertuang dalam pancasila pada nilai  ketuhananaan pada butir pertama.
          2. Sifat komun
       Suatu segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat yang masih hidup sangat terpencil atau dalam hidupnya sehari-hari masih tergantung pada tanah atau alam pada umumnya. Dalam masyarakat-masyarakat semacam, selalu terdapat sifat lebih mementingkan keseluruhan; lebih diutamakan kepentingan umum daripada kepentingan individu. Hal ini tersirat dalam nilai  pancasila berupa  musyawah dengan mufakat menyelesaikan perseturuan dan menjunjung tinggi persatuan.
3. Sifat contant
       Mengandung pengertian bahwa dengan suatu perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, dengan serentak bersama. Contohnya: jual-lepas, perkawinan jujur, adopsi dan lain-lain.
4. Sifat konkret
          Artinya bahwa dalam alam berfikir yang tertentu  senantiasa dicoba dan diusahakan supaya hal-hal yang dimaksud, diingini, dikhendaki atau akan dikerjakan, ditransformasikan atau diberi wujud sesuatu benda yang kelihatan maupun hanya obyek yang dikhendaki.

b. Dasar Sosiologis
   Landasan sosiologis merupakan landasan yang harus memperhatikan nilai yang diterapkan dan diterima oleh masyarakat. Dalam poin di atas dapat ditemukan pada plitik hukum nasional dan kesadaran hukum masyarakat.
Hukum Adat mempunyai dasar berlaku sosiologis, karena hukum adat merupakan hukum yang tumbuh, berkembang dan tanpa paksaan dari negara. Berlakunya Hukum Adat di masyarakat semata-mata karena kemauan dan paksaan dari masyarakat sendiri, agar hak dan kewajiban dalam masyarakat berjalan menurut prinsip-prinsip keadilan yang disetujui bersama.
Berlakunya hukum yang didasarkan kepada kemauan dan paksaan masyarakat sebagaimana halnya Hukum Adat, maka hukum itu disebut mempunyai dasar berlaku sosiologis.

c. Dasar Yuridis
    Dalam Batang Tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang Hukum adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali Hukum Adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II.
Berbunyi: “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar sah berlakunya hukum adat.
     Dasar berlakunya hukum secara umum kembali diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang tentang Ketentuan pokok Kekuasaaan Kehakiman (UU no.14 Tahun 1970).
     Menurut Pasal 23 ayat 1, “Segala putusan pengadilan selain hatus memuat alasan dan dasar-dasar peraturan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari perturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.”
     Pasal 27 ayat 1 menyatakan. “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah nilai-nilai hukum masyarakat termasuk nilai-nilai Hukum Adat. Oleh karena itu, pasal inipun merupakan dasar yuridis berlakunya Hukum Adat.”

       2.2. Kedudukan dan Peranan Hukum Adat dalam Peraturan Perundang-Undangan
Dengan perngertian peraturan perundang-undangan, diartikan sebagai segala sesuatu yang diartikan dengan undang-undang. Di sini pembahasan tentang undang-undang dibatasi pada undang-undang dalam arti materiil, artinya, peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa yang sah. Ruang lingkupnya adalah (Purnadi Purbacaraka dan Soerdjono Soenkanto:1979):
a. Peraturan pusat atau Alegemen Verordening, yakni peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah Pusat yang berlaku umumdi seluruh atau sebagian wilayah negara;
b. Peraturan setempat atau Locale Verordening yang merupakan peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa setempat dan hanya berlaku di tempat atau daerah itu saja.
Uraian mengenai hal ini akan didasarkan pada kronologi peraturan perundang-undangan itu dengan konsekuensi bahwa mungkin ada ketidakcocokan dengan deskripso secara hoerarkis perundang-undangan. Perlu ditegaskan kembali bahwa hukum adat di sini diidentikkan dengan hukum kebiasaan (hukum tidak tertulis). Yang akan dianalisis adalah kedudukan hukum adat seperti yang dirumuskan oleh peraturan perundang-undangan dan peranan yang diberikan.

    Apabila ditelaah dengan seksama, Undang-Undang Dasar 1945, didalam batang tubuhnya tidak dijumpai istilah hukum adat secra eksplisit. Secara implisit hal itu mungkin dapat ditafsirkan secara sosiologis dari Pasal 33 Ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut:
(1)     Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.
Apabila ditelaah Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan penjelasan autentik dan menurut hukum tata negara Indonesia, penjelasan itu mempunyai nilai yuridis (Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim 1976), maka dinyatakan bahwa:
“Undang-undang dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-undang dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedangkan disamping undang-undang dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.”
Kedudukan hukum adat di dalam tatanan hukum nasional kita menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah terletak sentral (Moh. Koesnoe: 1975). Mengenai Pasal 33 Ayat 1 diatas, Soepomo menyatakan bahwa:
“Kehidupan masyarakat Indonesia hendaknya bersendi atas dasar kekeluargaan. Aliran pikiran itu terkandung dalam Pasal 33 Ayat 1 dari Undang-Undang Dasar, menolak sistem liberalism dan menghendaki sistem kolektivisme dalam sosial ekonomische Ordnung negara kita.”

Selanjutnya perlu disinggung Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan, dana acara pengadilan-pengadilan sipil. Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1951 disebutkan bahwa, pada saat yang berangsur-angsur akan ditentukan oleh Menteri Kehakiman, dihapuskan:
a. Segala pengadilan Swapraja  (Zelfbestuurs-Rechtspraak) dalam negara Sumatra Timur dahulu, Karesidenan Kalimantan Barat dahulu dan Negara Indonesia Timur dahulu, kecuali peradilan Agama, jika peradilan itu menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian tersendiri dan peradilan swapraja.
b. Segala Pengadilan Adat  (Inhemse Rechtspraak in Rechtstreeks Bestuurd Gebied) kecuali peradilan Agama, jika peradilan itu menurut hukum yang hidup merupakan   suatu bagian tersendiri dari peradilan Adat. Tetapi menurut pasal 1 ayat 3 UU Darurat ini, Dorpsrechter (Hakim Desa) tetap diperthankan. Peradilan yang dilakukan oleh Hakim Swapraja dan Hakim Adat yang telah dihapuskan itu diteruskan oleh Pengadilan Negeri.

Apabila ditinjau, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka di dalam konsiderans (berpendapat) dinyatakan:
“bahwa berhubung dengan apa yang tercantum dalam pertimbangan-pertimbangan di atas perlu adanya hukum agrarian nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”
Pasal-pasal yang ada kaitannya dengan hukum adat, antara lain adalah:
a.    Pasal 2, Ayat 4
Hak menguasai dari negara di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengn kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
b.    Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negar, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
c.    Pasal 5
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasioal dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-perturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan juga disinggungkan mengenai huku adat. Pasal 17 mengatakan sebagai berikut:
“ Pelaksanaaan hak-hak masyarakat, hukum adat dan anggota-anggotanya serta hak-hak perseorangan unutk mendapatkan manfaat dari hutan, baik langsung maupun tidak langusng, yang didasarkan atas sesuatu peraturan hukum sepanjang menurut kenyataan masih ada, bokeh mengganggu tercapainya tujuan-tujuan yang dimaksud dalam undang-undang ini.”
Dan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 menggantikan Undang-undang Nomor 5 tahun 1976 tentang Pokok Kehutanan. “Menegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hutan secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang demi tercapainya tujuan yang dimaksud oleh UU ini.

Sehubungan dengan itu perlu pula disinggung Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1971 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan, Pasal 6 menyatakan bahwa:
(1)   Hak-hak masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya untuk memungut hasil hutan yang didasarkan atas suatu peraturan hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada, pelaksanaannyaperlu ditertibkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan pengusahaan hutan.
(2)   Pelaksanaan itu dalam ayat (1) ini harus seizin Pemegan Hak Pengusahaan Hutan yang diwajibkan meluluskan pelaksanaan hal itu pada ayat (1) pasal ini yang diatur dengan suatu tata tertib sebagai hasil musyawarah anatara Pemegang Hak dan Masyarakat Hukum Adat dan bimbingan dan pengawasan Dinas Kehutanan.

Di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, ada beberapa pasal yang menyinggung masalah hukum adat, yaitu:
  a. Pasal 3, Ayat 1
Semua peralihan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara dan di tetapkan dengan undang-undang.
b. Pasal 23, Ayat 1
Segala putusan pengadilan, selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
c. Pasal 27, Ayat 1
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan umum Undang-undang ini, bagian 7 berbunyi sebagai berikut:
“Penegasan, bahwa peradilan adalah peradilan Negara, dimaksud untuk  menutup semua kemungkinan adanya atau akan diadakannya lagi Peradilan Swapraja atau Peradilan Adat yang dilakukan oleh bukan peradilan Negara. Ketentuan ini sekali-kali tidak bermaksud untuk mengingkari hukum tidak tertulis, melainkan hanya akan mengalihkan perkembangan dan penerapan hukum itu kepada peradilan negara. Dengan ketentuan bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum yang hidup dngan mengintegrasikan diri di dalam masyarakat, telah terjamin sepenuhnya bahwa perkembangan dan penerapan hukum tidak tertulis berjalan secara wajar,”
     Ketentuan-ketentuan tersebut tidak bermaksud untuk mengingkari hukum tidak tertulis yang disebut Hukum Adat, melainkan hanya akan mengalihkan perkembangan dan penerapan hukum itu kepada pengadilan-pengadilan Negara. Dengan ketentuan bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan diri dalam masyarakat, telah terjamin sepenuhnya bahwa perkembangan dan penerapan hukum tidak tertulis itu akan berjalan secara wajar.
       Tetapi kini,  Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 menggantikan Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
a. Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
b. Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Masalah perkawinan di Indonesia telah diatur oleh suatu peraturan peundang-undangan, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diterapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Di sini tidak akan dibahas pasal demi pasal tetapi titik tolak akan di ambil dari asas-asasnya (Purnadi Purbacaraka dan Soedjono Soekanto: 1979)
Adapun asas-asasnya adalah:
a. Dasar tujuan perkawinan yang diatur dalam Pasal 1 adalah bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah rangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Sahnya perkawinan, yaitu Pasal 2:
    (1)   Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya    dan kepercayaannya itu.
     (2)   Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Asas monogami dalam perkawinan:
Pasal 3
(1) Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tercantum dalm Pasal 3, Ayat (20 undang-undang ini, maka ia wajib mangjukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tingglanya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suamin yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
d. Calon suai-istri harus masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan; pasalnya antara lain:
Pasal 6 Ayai 1perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Pasal 4 Aayt 1
Perkawinan hanya diizinkan juka para pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun,
e. Memperkuat terjadinya perceraian.
f. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 Ayat 1, 2, dan 3).

Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, lebih tertuju pada penegasan hak-hak masyarakat hukum adat untuk mengelola sistem politik dan pemerintahannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum adat setempat. Pasal 203 ayat (3), umpamanya menyebutkan:
“Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah”.
Pasal ini sekaligus memberi makna bahwa masyarakat hukum adat sesuai perkembangannya dapat mengembangkan bentuk persekutuannya menjadi pemerintahan setingkat desa sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 202 ayat (1): “Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku”.

BAB III
KESIMPULAN

Ada 3 dasar berlakunya Hukum Adat di Indonesia, yaitu:
1. Dasar Fiosofis: sebenarnya nilai-nilai dan sifat Hukum Adat itu sangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila.
2. Dasar sosiologis: hukum adat merupakan hukum yang tumbuh, berkembang dan tanpa paksaan dari negara.
3. Dasar yuridis: berlakunya kembali Hukum Adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II dan kemudian secara umum kembali diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang tentang Ketentuan pokok Kekuasaaan Kehakiman (UU no.14 Tahun 1970).

Kedudukan dan peranan hukum adat dalam peraturan perundang-undangan, diartikan sebagai segala sesuatu yang diartikan dengan undang-undang. Di sini pembahasan tentang undang-undang dibatasi pada undang-undang dalam arti materiil, artinya, peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa yang sah. hukum adat di sini diidentikkan dengan hukum kebiasaan (hukum tidak tertulis).
Undang-undang yang terdapat istilah hukum adat antara lain:
1. Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan, dana acara pengadilan-pengadilan sipil.
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
3. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 menggantikan Undang-undang Nomor 5 tahun 1976 tentang Pokok Kehutanan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1971 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan.
5. Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 menggantikan Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

DAFTAR PUSTAKA
http;//suci.unsri.ac.id

http://jdih.den.go.id/17/pentingnya-harmonisasi-peraturan-perundangundangan

Muhammad, Bushar. Asas-Asas Hukum Adat Suatu pengantar. Jakarta: Pradnya Paramita, 1986.

Soekanto, Soerdjono. Peranan dan Kedudukan Hukum Adat Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali, 1990.

Monday, May 9, 2016

Makalah Sosiologi Hukum

NARKOBA TREN REMAJA MASA KINI

KATA PENGANTAR


Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang remaja dan bahaya narkoba.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Jakarta, 09 Mei 2016

     Tim Penyusun


BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi, dimana pada masa-masa seperti ini sering terjadi ketidakstabilan baik itu emosi maupun kejiwaan. Pada masa transisi ini juga remaja sedang mencari jati diri sebagai seorang remaja. Namun sering kali dalam pencarian jati diri ini remaja cenderung salah dalam bergaul sehingga banyak melakukan hal yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masayarakat. Seperti perkelahian dan minum-minuman keras, pencurian, perampokan, perusakan/pembakaran, seks bebas bahkan narkoba. Perilaku menyimpang remaja tersebut dapat dikatakan sebagai kenakalan remaja.
Tumbuh kembang kenakalan remaja pada zaman sekarang tidak bisa dibanggakan. Perilaku kenakalan remaja saat ini sulit diatasi. Baru-baru ini sering terdengar berita ditelevisi maupun di radio yang disebabkan oleh kenakalan remaja diantaranya kebiasaan merokok, tawuran, pemerkosaan yang dilakukan oleh pelajar SMA, pemakain narkoba dan lain-lain.
Di kalangan remaja, sangat banyak kasus tentang penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil survei Badan Narkoba Nasional (BNN) Tahun 2005 terhadap 13.710 responden di kalangan pelajar dan mahasiswa menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan rata-rata pada usia 10 tahun. Survei dari BNN ini memperkuat hasil penelitian Prof. Dr. Dadang Hawari pada tahun 1991 yang menyatakan bahwa 97% pemakai narkoba yang ada selama tahun 2005, 28% pelakunya adalah remaja usia 17-24 tahun.
Hasil survei membuktikan bahwa mereka yang beresiko terjerumus dalam masalah narkoba adalah anak yang terlahir dari keluarga yang memiliki sejarah kekerasan dalam rumah tangga, dibesarkan dari keluarga yang broken home atau memiliki masalah perceraian, sedang stres atau depresi, memiliki pribadi yang tidak stabil atau mudah terpengaruh, merasa tidak memiliki teman atau salah dalam pergaulan. Dengan alasan tadi maka perlu pembekalan bagi para orang tua agar mereka dapat turut serta mencegah anaknya terlibat penyalahgunaan narkoba. Kehidupan remaja pada masa kini mulai memprihatinkan.
Dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir ini Indonesia telah menjadi salah satu negara yang dijadikan pasar utama dari jaringan sindikat peredaran narkotika yang berdimensi internasional untuk tujuan-tujuan komersial. Untuk jaringan peredaran narkotika di negara-negara Asia, Indonesia diperhitungakan sebagai pasar (market-state) yang paling prospektif secara komersial bagi sindikat internasioanl yang beroperasi di negara-negara sedang berkembang. Remaja yang seharusnya menjadi kader-kader penerus bangsa kini tidak bisa lagi menjadi jaminan untuk kemajuan Bangsa dan Negara. Bahkan perilaku mereka cenderung merosot.melihat latar belakang diatas maka kami mengangkat judul Makalah Kenakalan remaja ( tentang Narkoba ) yang terfokus pada pengetahuan tentang narkoba dan akibatnya bagi remaja.
                                                                                                       

B.  Rumusan Masalah

1)   Apa pengertian atau defini narkoba?
2)   Apa saja jenis-jenis narkoba?
3)   Apa dampak tau bahaya narkoba terhadap remaja?
4)   Bagaimana penyebaran narkoba di kalangan remaja?
5)   Bagaimana pencegahan penyebarannya?
6)   Bagimana permasalahan narkoba kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakkan hukum?

C.   Tujuan

1)   Memahami pengertian narkoba.
2)   Mengetahui jenis-jenis narkoba.
3)   Mengetahui faktor-faktor remaja menggunakan narkoba.
4)   Mengetahui dampak dan bahaya narkoba terhadap remaja.
5)   Mengetahui penyebaran dan cara pencegahan penyebaran narkoba.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Hubungan Generasi Muda Dan Narkoba

Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau dirata-ratakan, usia sasaran narkoba ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar umur 11 sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahaya narkoba sewaktu-waktu dapat mengincar anak didik kita kapan saja.
Ketergantungan obat dapat diartikan sebagai keadaan yang mendorong seseorang untuk mengonsumsi obat-obat terlarang secara berulang-ulang atau berkesinambungan. Apabila tidak melakukannya dia merasa ketagihan (sakau) yang mengakibatkan perasaan tidak nyaman bahkan perasaan sakit yang sangat pada tubuh (Yusuf, 2004: 34).
Definisi kenakalan remaja:
1.    Kartono
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.
2.    Santrock
“Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”(Anonim.2010)
Salah satu kenakalan remaja yang sering dilakukan adalah penyalahgunaan narkoba. Anonim(2010) menjelaskan Narkoba adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, dan Obat-obat berbahaya. Kadang disebut juga Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif). Zat-zat tersebut dapat membuat berbagai efek samping seperti Halusinasi, ketagihan, dan efek psikologi lainnya. Cara penggunaan bisa melalui suntikan, dimakan, dihisap, atau dihirup. Contoh zat-zat berbahaya yang dikonsumsi dengan cara dihisap adalah Opium yang menggunakan pipa hisapan.
RatnaYunita (2010) menjelaskan Penyalahgunaan narkoba adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal barang haram yang dinamakan narkotik dan obat-obatan adiktif yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan produktif manusia pemakainya. Berbagai jenis narkoba yang mungkin disalahgunakan adalah tembakau, alkohol, obat-obat terlarang dan zat yang dapat memberikan keracunan, misalnya yang diisap dari asapnya. Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan ketergantungan zat narkoba, jika dihentikan maka si pemakai akan sakau.
Generasi Muda adalah tulang punggung bagi bangsa dan negara. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial saat  ini memerlukan panutan dan contoh yang dapat membawa masyarakat kita ke arah yang lebih baik. Terlebih lagi di era reformasi ini, generasi muda dituntut untuk lebih dapat berpartisipasi dalam membangun masyarakat Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui, generasi muda adalah tonggak keberlangsungan masyarakat Indonesia. Mereka adalah harapan kita sinar mentari yang akan memberi warna bagi masa depan bangsa. Oleh karena itu, menjaga mereka agar tidak terpengaruh oleh bahaya narkoba adalah kewajiban semua pihak.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dari tahun 1998 – 2003 adalah 20.301 orang, di mana 70% diantaranya berusia antara 15 -19 tahun.
Definisi Narkoba:
Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997).
Gejala Putus Obat:
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik.
Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama. 


BAB III
PEMBAHASAN

A.  Faktor-Faktor Pendorong Remaja Menggunakan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik dan harus menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba.
Terdapat 3 faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam penyalahgunakan narkoba. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor lingkungan, dan faktor kesediaan narkoba itu sendiri.
1.    Faktor Diri
a.    Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau brfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari.
b.    Keinginan untuk mencoba-coba kerena penasaran.
c.    Keinginan untuk bersenang-senang.
d.   Keinginan untuk dapat diterima dalam satu kelompok (komunitas) atau lingkungan tertentu.
e.    Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant (perangsang).
f.     Lari dari masalah, kebosanan, atau kegetiran hidup.
g.    Mengalami kelelahan dan menurunya semangat belajar.
h.    Menderita kecemasan dan kegetiran.
i. Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan gerbang ke arah penyalahgunaan narkoba.
j.      Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya.
k.  Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan menggunakan obat penghilang rasa lapar yang berlebihan.
l.    Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayangi, dalam lingkungan keluarga atau lingkungan pergaulan.
m.  Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
n.    Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan narkoba.
o.    Pengertian yang salah bahwa mencoba narkoba sekali-kali tidak akan menimbulkan masalah.
p.    Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan narkoba.
q.    Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkoba.


B.  Penyebaran Narkoba di Kalangan Remaja

Lingkungan menjadi tempat penyebaran narkoba di kalangan remaja. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan tempat di mana berkumpulnya remaja-remaja yang sebelumnya telah menggunakan narkoba. Biasanya, teman yang telah memakai narkoba mengajak temannya untuk memakai narkoba juga. Sering kali, banyak remaja yang terpengaruh atas ajakan pengguna narkoba lainnya karena alasan malu takut dianggap tidak gaul atau rasa ingin tahu yang berlebihan.

C.  Cara Pencegahan Narkoba Pada Remaja

Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1.    Preventif
a.    Pendidikan Agama sejak dini
b.    Pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
c.    Menjalin komunikasi yang konstruktif antara orang tua dan anak
d.   Orang tua memberikan teladan yang baik kepada anak-anak.
e.    Anak-anak diberikan pengetahuan sedini mungkin tentang narkoba, jenis, dan dampak negatifnya
2.    Tindakkan Hukum
Dukungan semua pihak dalam pemberlakuan Undang-Undang dan peraturan disertai tindakkan nyata demi keselamatan generasi muda penerus dan pewaris bangsa. Sayangnya KUHP belum mengatur tentang penyalah gunaan narkoba, kecuali UU No :5/1997 tentang Psikotropika dan UU no: 22/1997 tentang Narkotika. Tapi kenapa hingga saat ini penyalah gunaan narkoba semakin meraja lela? Mungkin kedua Undang-Undang tersebut perlu di tinjau kembali relevansinya atau menerbitkan kembali Undang-Undang yang baru yang mengatur tentang penyalahgunaan narkoba ini.
3.    Rehabilitasi
Didirikan pusat-pusat rehabilitasi berupa rumah sakit atau ruang rumah sakit secara khusus untuk mereka yang telah menderita ketergantungan. Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa alternative penanggulangan yang dapat kami tawarkan:
b.    Mengingat penyalah gunaan narkoba adalah masalah global, maka penanggulangannya harus dilakukan melalui kerja sama international.
c.    Penanggulangan secara nasional, yang teramat penting adalah pelaksanaan Hukum yang tidak pandang bulu, tidak pilih kasih. Kemudian menanggulangi masalah narkoba harus dilakukan secara terintegrasi antara aparat keamanan (Polisi, TNI AD, AL, AU) hakim, jaksa, imigrasi, diknas, semua dinas/instansi mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah. Adanya ide tes urine dikalangan Pemda Kalteng adalah suatu ide yang bagus dan perlu segera dilaksanakan. Barang siapa terindikasi mengkomsumsi narkoba harus ditindak sesuai peraturan DIsiplin Pegawai Negri Sipil dan peraturan yang mengatur tentang pemberhentian Pegawai Negri Sipil seperti tertuang dalam buku pembinaan Pegawai Negri Sipil. Kemudian dikalangan Dinas Pendidikan Nasional juga harus berani melakukan test urine kepada para siswa SLTP-SLTA, dan barang siapa terindikasi positif narkoba agar dikeluarkan dari sekolah dan disalurkan ke pusat rehabilitasi. Di sekolah- sekolah agar dilakukan razia tanpa pemberitahuan sebelumnya terhadap para siswa yang dapat dilakukan oleh guru-guru setiap minggu. Demikian juga dikalangan mahasiswa di perguruan tinggi.
d.   Khusus untuk penanggulangan narkoba di sekolah agar kerja sama yang baik antara orang tua dan guru diaktifkan. Artinya guru bertugas mengawasi para siswa selama jam belajar di sekolah dan orang tua bertugas mengawasi anak-anak mereka di rumah dan di luar rumah. Temuan para guru dan orang tua agar dikomunikasikan dengan baik dan dipecahkan bersama, dan dicari upaya preventif penanggulangan narkoba ini dikalangan siswa SLTP dan SLTA.
e.    Polisi dan aparat terkait agar secara rutin melakukan razia mendadak terhadap berbagai diskotik, karaoke dan tempat-tempat lain yang mencurigakan sebagai tempat transaksi narkoba. Demikian juga merazia para penumpang pesawat, kapal laut dan kendaraan darat yang masuk, baik secara rutin maupun secara insidental.
f.     Pihak Departemen Kesehatan bekerjasama dengan POLRI untuk menerbitkan sebuah booklet yang berisikan tentang berbagai hal yang terkait dengan narkoba. Misalnya apakah narkoba itu, apa saja yang digolongkan kedalam narkoba, bahayanya, kenapa orang mengkomsumsi narkoba, tanda- tanda yang harus diketahui pada orang- orang pemakai narkoba cara melakukan upaya preventif terhadap narkoba. Disamping itu melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan berbagai instansi tentang bahaya dan dampak negative dari narkoba. Mantan pemakai narkoba yang sudah sadar perlu dilibatkan dalam kegiatan penyuluhan seperti itu agar masyarakat langsung tahu latar belakang dan akibat mengkomsumsi narkoba.
g.    Kerja sama dengan tokoh-tokoh agama perlu dieffektifkan kembali untuk membina iman dan rohani para umatnya agar dalam setiap kotbah para tokoh agama selalu mengingatkan tentang bahaya narkoba.
Seperti di Australia, misalnya pemerintah sudah memiliki komitmen untuk memerangi narkoba. Karena sasaran narkoba adalah anak-anak usia 12-20 tahun, maka solusi yang ditawarkan adalah komunikasi yang harmonis dan terbuka antara orang tua dan anak-anak mereka. Booklet tentang narkoba tersebut dibagi-bagikan secara gratis kepada semua orang dan dikirin lewat pos kealamat-alamat rumah, aparteman, hotel, sekolah-sekolah dan lain-lain. Sehubungan dengan kasus ini, maka keluarga adalah kunci utama yang sangat menentukan terlibat atau tidaknya anak-anak pada narkoba. Oleh sebab itu komunikasi antara orang tua dan anak-anak harus diefektifkan dan dibudayakan.

D.  Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja

Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematiaan
a.    Dampak Pisikis:
1.         Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
2.         Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
3.         Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
4.         Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
5.         Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
b.    Dampak Sosial:
1.         Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
2.         Merepotkan dan menjadi beban keluarga
3.         Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
c.    Dampak Langsung bahaya Narkoba Bagi Jasmani / Tubuh Manusia
Gangguan pada jantung, Gangguan pada hemoprosik, Gangguan pada traktur urinarius, Gangguan pada otak, Gangguan pada tulang, Gangguan pada pembuluh darah, Gangguan pada endorin, Gangguan pada kulit, Gangguan pada sistem syaraf, Gangguan pada paru-paru, Gangguan pada sistem pencernaan, Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC, dll.
a.    Dampak Langsung Narkoba Bagi Kejiwaan/Mental Manusia
1.           Menyebabkan depresi mental.Menyebabkan gangguan jiwa berat atau psikotik.
2.           Menyebabkan bunuh diri
3.           Menyebabkan melakukan tindak kejehatan, kekerasan dan pengrusakan.
Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman keluarga, teman dan masyarakat atau,kegagalan dalam mencoba berhenti memakai narkoba. Namun orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba karena mereka berpikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan masalah dirinya, akan tetapi semua itu tidak benar.
b.    Dampak Fisik
Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan otak juga mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka panjang narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba yang berakhiran dengan katup jantung yang bocor, paru-paru yang bolong, gagal ginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi kerusakan fisik yang muncul akibat infeksi virus {Hepatitis C dan HIV/AIDS} yang sangat umum terjadi di kalangan pengguna jarum suntik.
Walaupun begitu, setiap kehidupan memiliki dua sisi mata uang. Di balik dampak negatif, narkotika juga memberikan dampak yang positif. Jika digunakan sebagaimana mestinya, terutama untuk menyelamatkan jiwa manusia dan membantu dalam pengobatan, narkotika memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Berikut dampak positif narkotika:
1.    Opioid
Opioid atau opium digunakan selama berabad-abad sebagai penghilang rasa sakit dan untuk mencegah batuk dan diare.
2.    Kokain
Daun tanaman Erythroxylon coca biasanya dikunyah-kunyah untuk mendapatkan efek stimulan, seperti untuk meningkatkan daya tahan dan stamina serta mengurangi rasa lelah.
3.    Ganja(ganja/cimeng)
Orang-orang terdahulu menggunakan tanaman ganja untuk bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya sangat kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai bahan pembuat minyak.

E.  Kaitan Narkoba Dengan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum

1)      Undang-Undang
Undang-Undang telah mengatur pengertian zat-zat adikitif mana yang merupakan narkoba juga hukuman bagi yang menyalahgunakannya.
2)      Petugas/Aparat
Di Indonesia aparat/petugas yang berwenang dalam hal penyelidikan/penyidikan narkoba adalah kepolisan dan BNN.
3)      Fasilitas
Fasilitas untuk pengguna narkoba yang tertangkap dapat dimasukkan ke panti rehabilitasi untuk disembuhkan dari pengaruh narkoba.
4)      Warga Negara
Warga Negara Indonesia dalam hal ini para remaja diharapkan sadar karena telah mengetahui bahaya narkoba bagi diri, keluarga juga bangsa.
5)      Budaya
Budaya yang ada pada masyarakat remaja masa kini adalah ingin terlihat keren dengan narkoba. Untuk itu, perlu pelurusan dalam hal ini karena narkoba bukan perkara keren melainkan bahay yang dapat mengancam bangsa.

BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan

1.    Kebiasaan menggunakan narkoba di kalangan remaja amat membahayakan baik ditinjau dari segi pendidikan maupun kesehatan serta sosial ekonomi. Dipandang dari segi pendidikan sudah jelas bahwa hal ini akan mengganggu pelajarannya, sedangkan dari segi kesehatan akibat kebiasaan menggunakan narkoba akan menyebabkan berbagai penyakit.

2.    Melalui sikap kepedulian, pencegahan berbagai tindak kriminal, kenakalan remaja, keamanan, kedamaian, keharmonisan, akan mudah diciptakan. Dengan sikap kepedulian ini, maka motto bahwa, ”Pencegahan lebih baik dari mengobati”, akan benar-benar terbukti dalam kasus pemakaian obat-obat terlarang.

3.    Pada tahap awal kehidupan manusia agen sosialisasi pertama adalah keluarga. Oleh karena itu, orang tua merupakan orang penting (significant other) dalam sosialisasi. Guna mencegah terjerumusnya para penerus bangsa tersebut ke dunia Narkoba, maka campur tangan dan tanggung jawab orang tua memegang peranan penting di sini. Karena baik atau buruknya perilaku anak sangat bergantung bagaimana orang tua menjadi teladan bagi putra-putrinya.


B.  Saran

Bagi para pecandu coba bersikap terbuka terhadap orang yang dia percaya (tepat) untuk mendapatkan respons yang baik. Berpikir jauh ke depan, karena masa depan adalah akibat dari hari ini.  Jangan berfikir “YOU CAN SOLVE THEM BY YOURSELF” dan jangan takut untuk menuju perubahan. Intinya “DON’T BE AFFRAID TO SPEAK UP !!”.

DAFTAR PUSTAKA


Effendi, Luqman, 2008. Modul Dasar-Dasar Sosiologi & Sosiologi Kesehatan. Jakarta: PSKM FKK UMJ.

Kartono, Kartini, 1992. Patologi II Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali.

Mangku, Made Pastika, Mudji Waluyo, Arief Sumarwoto, dan Ulani Yunus, 2007. pecegahan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Shadily, Hassan, 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Soekanto, Suryono, 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persuda

Sofyan, Ahmadi, 2007. Narkoba Mengincar Anak Anda Panduan bagi Orang tua, Guru, dan Badan Narkotika dalam Penanggulangan Bahaya Narkoba di Kalangan Remaja. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Sudarman, Momon, 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.